Search This Blog

University

Thursday, April 30, 2015

Budaya Tionghoa

Sebenarnya saya sudah lama membuat artikel ini untuk tugas sma, namun pada saat kuliah ada lagi. ya sudah saya akan bahas sedikit dari artikel yang saya buat tentang perbandingan budaya antara budaya Tionghoa dengan Batak Toba. Dan pada post ini saya akan membicarakan sedikit tentang budaya pada masyarakat Tionghoa.

Pernikahan

Cadar Merah pada pengantin wanita

Pada pesta pernikahan tradisional tionghoa, pengantin wanita terlihat memakai cadar berwarna merah untuk menutupi muka. Cadar itu biasanya terbuat dari sutra

Cadar merah pada pengantin wanita tradisi ini berasal dari masa dinasti utara dan selatan. Dimana pada masa itu para petani wanita mengenakan kain pelindung kepala untuk perlindungan dari terpaan angina atau panasnya matahari ketika sedang bekerja di lading. Kain itu bias berwarna apa saja, yang penting mampu menutupi bagian atas kepala. Kebiasaan ini lambat laun menjadi sebuah tradisi

Pada awal Dinasti Tang, kain tersebut menjadi sebuah cadar panjang hingga ke bahu, dan tidak lagi hanya dipakai oleh petani wanita.

Pada saat pemerintahan Kaisar Li Jilong dari Dinasti Tang, ia membuat keputusan bahwa semua pembantu wanita istana yang masih dalam masa penantian harus mengenakan cadar untuk menutupi muka. Tidak lama kebiasaan tersebut menjadi sebuah tradisi.

Lama kelamaan kebiasaan memakai cadar itu diterapkan pada pesta pernikahan. Pemakaian cadar pada pengantin wanita dengan tujuan agar kecantikan pengantin wanita tidak menjadi perhatian lelaki lain, dan pengantin pria ingin agar pengantin wanita terlihat anggun.

Pengantin wanita menerima cadar itu untuk menunjukkan kesetiaan pada pengantin pria.
Sejak masa Lima Dinasti, pemakaian cadar menjadi sebuah keharusan pada setiap pesta pernikahan. Warna cadar itu selalu merah yang mewakili kebahagiaan

Persembahan pada Dewa

Terdapat kebiasaan memberikan persembahan pada dewa agar pernikahan berjalan lancar, terdapat 3 jenis makanan, babi untuk hewan darat, ikan untuk hewan laut, dan ayam untuk hewan udara. Bisa juga dengan buah buahan, seperti apel, pear, jeruk, anggur, dll.

Tandu Pengantin 

Tandu merupakan salah satu kendaraan yang sering digunakan pada jaman dahulu oleh orang-orang Tionghoa yang kaya, sedangkan yang kurang mampu biasanya naik keledai atau berjalan kaki. Merupakan sebuah kebanggaan tersendiri jika naik tandu dibandingkan keledai yang seringkali ribut. Pada perayaan-perayaan tertentu, seperti pesta pernikahan, tandu digunakan untuk menghantar pengantin wanita ke rumah pengantin pria, baik oleh orang kaya maupun orang miskin. Ada asal usul mengapa tandu digunakan pada pesta pernikahan. terdapat seorang kaisar bijaksana yang sering melakukan kunjungan ke berbagai daerah. Suatu saat sang kaisar dan para anak buahnya sedang berlalu di sebuah perbukitan, tiba-tiba pemandu memberi tahu bahwa iring-iringan akan terhalang oleh iring-iringan lain. Maka sang kaisar keluar dari tandu untuk melihat apa yang sedang terjadi. Sebuah iring-iringan pernikahan penuh kegembiraan sedang berjalan dengan pengantin wanita mengendarai keledai. 

Melihat kejadian menggembirakan itu, sang kaisar turut bergembira. Pada saat kedua rombongan bertemu , rombongan pengantin wanita yang tidak mengetahui bahwa rombongan didepan adalah rombongan kaisar, tidak bersedia mengalah, demikian pula rombongan sang kaisar. Akhirnya sang kaisar menemukan sebuah ide, ia berkata kepada pengantin wanita, “Tidak hanya aku akan memberikan jalan kepadamu, aku juga akan meminjamkan tanduku jika kamu bisa membuat puisi saat ini juga.” Pengantin wanita lalu berpuisi, “Melihat rombonganmu, melihat rombonganku. Bukan masalah siapakah pemilik jalan ini. Melihat tandumu, melihat keledaiku. Tidak peduli manakah yang terbaik untuk pesta pernikahanku. Anda haruslah bermurah hati dengan meminjamkan tandu anda. Siapa dapat berkata bahwa saya adalah orang sederhana dan anda orang terhormat. Tidak ada perbedaan disini, hanya sekelompok orang yang ada.” Sang kaisar sangat terkesan dengan puisi itu, sehingga ia meminjamkan tandunya. Adanya hal itu membuat pesta pernikahan yang ada menjadi semakin menarik perhatian orang ramai. 

Sejak itu, setiap pesta pernikahan selalu menggunakan tandu, meskipun terkadang hanya sebuah tandu sederhana. Meskipun saat ini sudah sangat jarang pesta pernikahan yang menggunakan tandu, namun tandu tetap digunakan pada perayaan-perayaan tradisional.

Kelahiran Anak

- Man Yue

Tradisi yang dirayakan saat bayi berusia 1 bulan tersebut bertujuan memperkenalkan bayi kepada para saudara (bibi, paman dan sepupu) dan teman orang tuanya. Walaupun bayi itu seharusnya menjadi bintang selama perayaan, ia tidak akan mengingat apa-apa kecuali melalui foto-foto atau video yang direkam selama acara.

Media tionghoa.info menyebutkan,  banyak makanan dan minuman yang disiapkan untuk para tamu dalam perayaan itu. Satu di antaranya yang paling sering dijumpai adalah telur yang kulitnya diberi warna merah. Telur melambangkan suatu tahapan kehidupan yang baru, sedangkan warna merah melambangkan perayaan dan keberuntungan. Bentuk telur yang oval melambangkan harmoni dan kesatuan.

Selama perayaan, beberapa orangtua juga mencukur rambut si bayi. Sementara yang lain hanya memotong sebagian rambut sebagai simbol saja. Rambut itu kemudian dibungkus dengan kain merah dan dijahit pada bantal si bayi. Praktek ini dianggap dapat memastikan si bayi supaya berani dan tidak mudah takut. Yang paling berbahagia tentu adalah orangtua serta kakek-neneknya. Acara ini bukan saja untuk merayakan kedatangan anggota keluarga baru, namun juga membuat para anggota keluarga semakin akrab. Menurut budaya Tionghoa, bayi yang berumur satu bulan patut dirayakan dalam pesta telur merah. Secara tradisi, nama si bayi juga akan diberitahukan pada saat itu.

Tamu tamu yang menghadiri pesta telur merah itu akan membawakan berbagai kado. Angpao selalu diberikan kepada bayi laki-laki, sementara bayi perempuan akan mendapat berbagai perhiasan mahal. Para tamu undangan tidak meninggalkan pesta dengan tangan yang kosong, karena biasanya orangtua sang bayi akan memberikan “bingkisan” telur merah untuk menandakan kebahagiaan dan sebuah permulaan hidup yang baru dengan hadirnya sang bayi.
Pesta telur merah berasal dari budaya Tiongkok kuno. Sama seperti negara-negara lain, angka kematian bayi di Tiongkok zaman dulu cukup tinggi sebelum berkembangnya ilmu pengobatan modern pada abad ke 20. Oleh karenanya, seorang bayi yang telah berusia satu bulan kemungkinan besar dapat bertahan hidup sampai dewasa. Maka diadakanlah sebuah pesta untuk merayakan hal itu.

Secara tradisi, masa nifas (umur bayi satu bulan/ ibu istirahat satu bulan setelah melahirkan tanpa keluar rumah) juga merupakan saat yang tepat untuk mengenalkan kembali sang ibu kepada masyarakat luar. Orang Tionghoa percaya bahwa ibu-ibu berada dalam kondisi tubuh paling lemah sepanjang masa hidupnya sehabis melahirkan. Ibu-ibu orang Tionghoa melakukan istirahat selama sebulan penuh sehabis melahirkan tanpa keluar rumah. Ini untuk memastikan agar mereka tidak terlalu lelah atau tidak terjangkit berbagai kuman penyakit dari dunia luar yang membahayakan saat tubuh dalam kondisi paling lemah. Selain beristirahat, mereka minum sup daging hasil rebusan dari kaki babi, telur, cuka dan jahe. Kebanyakan ibu-ibu muda masa kini masih mengikuti cara tradisional ini.

Pada zaman dulu, sesuai dengan pentingnya anak laki-laki dalam tradisi Tionghoa, pesta telur merah kadang-kadang hanya dirayakan kepada bayi laki-laki saja, atau perayaan buat bayi laki-laki lebih megah dibanding bayi perempuan. Tetapi sekarang, pesta dirayakan untuk bayi laki-laki maupun perempuan.

Dalam beberapa tahun terakhir, tempat merayakan pesta telur merah juga telah mengalami perubahan. Para orangtua mungkin akan memilih untuk merayakan pesta tersebut  di sebuah restoran yang mewah. Para orang tua juga dapat menggunakan telur dengan warna merah muda (tidak harus merah tua) dalam perayaan itu. Telur dengan jumlah angka genap untuk bayi laki-laki dan telur dengan jumlah angka ganjil untuk bayi perempuan. Tradisi ini juga masih terlihat pada keluarga Tionghoa di Indonesia. Saat bayi mereka berusia satu bulan, biasanya mereka akan mengirimkan paket telur merah dan kue kepada sanak saudara atau rekan-rekan yang memberi kado untuk sang bayi.

- Sepatu Harimau

Sepatu harimau biasa dipakai pada bayi di beberapa suku bangsa Tionghoa. Seluruh bagian dari sepatu terbuat dari kain dan ujungnya berbentuk kepala harimau. Ada cerita di balik kebiasaan itu.

Cerita dari mulut ke mulut mengatakan. Pada jaman dahulu, di kota Yangzhou hidup seorang nelayan bernama Big Yang. Big Yang merupakan orang yang baik hati dan siap menolong siapa saja. Karena kebaikan hatinya, Big Yang mendapatkan sebuah hadiah berupa lukisan dari seorang perempuan yang pernah ditolongnya. Pada lukisan tersebut, seorang wanita cantik sedang menyulam sepasang sepatu berkepala harimau. Big Yang sangat menyukai lukisan tersebut. Setibanya di rumah, Big Yang memasang lukisan itu di tembok.


Suatu sore, wanita dalam lukisan itu keluar dari lukisan dan menemui Big Yang. Sejak itu mereka bertemu setiap malam. Tahun demi tahun berlalu, dan akhirnya mereka mempunyai anak yang banyak menambah kebahagiaan.

Sayangnya, lukisan yang ada di rebut oleh seorang pejabat serakah yang mendengar cerita mengenai kecantikan wanita dalam lukisan tersebut. Big Yang sangat marah namun tidak dapat berbuat apa-apa. Sang pejabat serakah memasang lukisan tersebut di rumahnya dan menanti kedatangan sang wanita setiap malam. Namun penantian sang pejabat tidak membawa hasil.

Sementara itu, sang anak terus menangis karena ditinggal sang Ibu. Big Yang berusaha membuat sebuah cerita bohong bahwa sang Ibu pergi ke barat. Namun sang anak terus memaksa untuk bertemu sang Ibu.

Akhirnya sang anak melakukan pengembaraan untuk mencari sang Ibu. Dia berjalan ke arah barat siang dan malam, dan akhirnya dia menemukan sang Ibu pada sebuah kolam bersama-sama dengan peri-peri lain.

“Anakku, kamu telah mencariku sampai sejauh ini”, kata sang Ibu sambil menyeka air mata sang anak.

“Ibu, ayo kita pulang. Tahukah bahwa aku sangat merindukanmu”, kata sang anak.

“Kita tidak akan bisa pulang bersama sampai kamu bisa melihat langsung lukisan Ibu di rumah pejabat serakah itu dan kamu harus memakai sepatu harimau yang Ibu buat untukmu.”

“Anakku. Tutuplah matamu dan aku akan mengirim kamu pulang terlebih dahulu.”

Pada saat membuka mata, sang anak terkejut menyadari bahwa dirinya sudah berada di rumah. Lalu sang anak mendatangi rumah pejabat yang dimaksud dan mengatakan bahwa dia bisa memanggil wanita dalam lukisan tersebut. Mendengar kabar tersebut, sang pejabat sangat senang karena dia bisa memuaskan apa yang telah diidamkan selama ini.

Lalu tanpa membuang-buang waktu, anak tersebut dihantar masuk menuju ruangan tempat dia menggantung lukisan tersebut. Setelah sang anak melihat lukisan sang Ibu, dia berkata kepada lukisan tersebut, “Ibu, ayo kita pergi.”

Saat itu juga sang Ibu keluar dari lukisan. Ibu dan anak langsung ingin pulang ke rumah, namun sang pejabat menghalangi mereka. Sang pejabat ingin agar wanita cantik dihadapan dirinya menjadi selirnya, namun ditolak. Sang pejabat sangat marah dan menyerang Ibu dan anak tersebut. Sang anak melawan dengan gagah berani. Ketika mereka sedang bertempur, sepatu yang dikenakan sang anak terlepas secara tidak sengaja dan seketika itu juga berubah menjadi harimau yang besar.

Harimau itu lalu meloncat ke arah pejabat yang tidak tahu diri. Panggilan permintaan tolong dan raungan harimau yang marah bercampur jadi satu, yang dapat didengar oleh semua orang di kota Yangzhou.

Adalah sepatu harimau yang berhasil menyelamatkan Ibu dan anak tersebut, sehingga satu keluarga dapat bersatu kembali. Sejak saat itu, banyak orang membuat sepatu harimau untuk bayi mereka dengan harapan keluarga dan bayi mereka dilindungi.

Kematian

Kita sering melihat upacara kematian suku Tionghoa di tempat tempat/ ruang duka di rumah sakit. Kelihatannya begitu ramai oleh aneka perhiasan rumah rumahan dengan perlengkapannya dan upacara yang bising serta pakaian duka cita yang dipakai oleh anak, menantu, dan cucu cucunya.
Tetapi sebagian besar dari kita bertanya tanya dan belum tahu apa arti semua itu. 
Adat upacara kematian suku Tionghoa dilatarbelakangi oleh kepercayaan mereka. Mereka percaya bahwa dalam relasi seseorang dengan Tuhan ataupun kekuatan kekuatan lain yang mengatur kehidupan baik langsung maupun tidak langsung, berlaku hal – hal sebagai berikut :
  • Adanya reinkarnasi bagi semua manusia yang telah meninggal (cut sie)
  • Adanya hokum karma bagi semua perbuatan manusia seperti, tidak mendapat keturunan (ko kut)
  • Leluhur yang telah meniggal (arwah leluhur) pada waktu waktu tertentu dapat diminta datang untuk dijamu (ce’ng be’ng)
  • Menghormati para leluhur dan orang orang pandai (tuapekong)
  • Kutukan para leluhur, melalui kuburan dan batu nisan yang dirusak (bompay)
  • Apa yang dilakukan semasa hidup (di dunia) juga akan dialami di alam akhirat. Keidupan sesudah mati akan berlaku sama seperti kehidupan di dunia ini namun dalam kualitas yang lebih baik.

Budaya Khas

- Fengshui

Rasanya semua diantara kita pasti pernah mendengar atau bahkan membicarakan masalah Feng Shui. Pada era tahun 80-90 an Feng Shui mulai banyak diminati dan dipelajari lagi. Harus kita akui bahwa keberadaan Feng Shui ternyata cukup berpengaruh, khususnya dalam kehidupan orang Tionghoa dan terbawa sampai di jaman modern ini. Walaupun tidak sekuat di Asia, terbukti dunia barat pun kini mulai memasukkan aspek-aspek pertimbangan Feng Shui dalam rencana-rencana penataan ruangan yang dibuat. Bahkan sekarang banyak kalangan arsitek mulai mempelajari dan menggunakan Feng Shui dalam rencana dan pembuatan design.


Sekarang ini sudah banyak buku-buku mengenai Feng Shui beredar dipasaran yang hampir semua adalah Feng Shui rumah / bangunan. Akan sangat sulit bagi kita mencari buku tentang Feng Shui kuburan (kalau ada pun isinya sangat singkat dan tidak mendetail). Memang di jaman modern ini Feng Shui rumah / bangunan dirasa lebih dapat dipercaya dalam penerapannya daripada Feng Shui kuburan yang mungkin dirasa hanya merupakan suatu warisan kebudayaan yang lama kelamaan akan terkikis. Padahal ilmu Feng Shui itu meliputi Feng Shui kuburan dan Feng Shui rumah / bangunan.

Pentingnya tata letak ruang serta segala pernik-perniknya sudah menjadi hal yang dipelajari secara khusus oleh hampir semua bangsa, sejak awal mula adanya peradaban di dunia ini. Konstruksi dan penataan serta arsitektural bangunan-bangunan, pada saat itu merupakan perpaduan antara teknologi dan seni yang tinggi dimana dapat kita lihat dari peninggalan-peninggalan bangunan kuno yang masih ada sampai saat ini. Setiap kebudayaan yang berkembang pada saat itu seakan mempunyai jiwanya sendiri yang memunculkan karakter-karakter serta ciri-ciri khas yang merupakan refleksi dari nafas kehidupan bangsa tersebut sekaligus merupakan pondasi kebudayaan modernnya.

Salah satu kebudayaan tertua di dunia adalah kebudayaan Tionghoa, yang sangat kuat dipengaruhi oleh ajaran Tao dan Khonghucu. Perkembangan peradaban yang pesat dimulai ribuan tahun sebelum masehi, melahirkan terciptanya berbagai penemuan awal di segala bidang penghidupan. Pada kurun waktu antara tahun 2000 SM sampai tahun 1000 SM bangsa Tiongkok kuno telah mengenal dunia kedokteran, ilmu ketatanegaraan, ilmu ekonomi, serta teknologi lainnya, diantaranya adalah terciptanya methodology peramalan serta analisa tata letak ruang yang dikenal dengan nama Feng Shui. Diperkirakan ilmu Feng Shui ini adalah perkembangan dari konsep naskah I Ching yang disusun sebagai buku pegangan peramalan pada saat itu.

Kata Feng Shui sendiri berasal dari gabungan kata Feng yang berarti angin (arah) dan Shui yang berarti air (tempat). Jika dianalisa dari kata Feng Shui, maka kemungkinan besar ilmu ini sudah ada dan berkembang bahkan sebelum bangsa Tiongkok kuno mengenal kompas, dimana penentuan kondisi suatu tempat yang baik pada mulanya hanya melihat perpaduan unsur air dan angin saja.

Berkembang pesatnya Tao pada saat itu menumbuhkan berbagai bidang ilmu Tao yang salah satunya adalah Feng Shui. Feng Shui berkonsep pada penalaran yang sangat logis dan ilmiah. Konon ilmu peramalan ini sangat dipercaya oleh raja-raja Tiongkok, sehingga para ahlinya dijadikan penasehat kerajaan. Ahli peramalan pada saat itu adalah kedudukan yang penting karena dipercaya mempunyai kekuatan supranatural dan mengetahui rahasia alam. Untuk melindungi posisi ini maka ilmu peramalan ini tidak diajarkan secara luas, hanya diajarkan secara turun-temurun.

Karena Feng Shui sendiri adalah salah satu ilmu yang berguna, maka mungkin kita juga perlu sedikit tahu mengenai apakah Feng Shui itu. Seperti yang kita ketahui, Feng Shui dapat dibagi menjadi dua yaitu Feng Shui kuburan dan Feng Shui rumah / bangunan.

Logika dasar dari Feng Shui itu singkatnya sebagai berikut:

Alam ini adalah susunan gabungan unsur-unsur yang berada dalam suatu dimensi ruang dan waktu yang terus berubah, karena adanya energi yang saling bereaksi satu sama lain secara alami menuju keseimbangan. Manusia yang hidup di alam (bumi) ini pun mempunyai energi. Jika seseorang tinggal di suatu tempat yang mempunyai energi baik serta perpaduan unsur yang cocok maka orang itu akan mendapat pengaruh yang baik, begitu pula sebaliknya. Hal demikian berlaku juga untuk kuburan, tetapi yang mendapat pengaruh dari kuburan (orang yang dikubur) adalah anak-anaknya karena mempunyai hubungan dan unsur genetik yang sama.

- Memakan Kue Bulan

Pada jaman Dinasti Yuan, rakyat Han pada saat itu menentang pemerintahan Mongol dari Dinasti Yuan, dan para pemberontak, dipimpin oleh Shu Yuan Zhang, merencanakan untuk mengambil alih pemerintahan. Shu bingung memikirkan bagaimana cara menyatukan rakyat untuk memberontak pada hari yang sama tanpa diketahui oleh pemerintah Mongol.

Salah seorang penasehat terpercayanya akhirnya menemukan sebuah ide. Sebuah berita disebarkan bahwa akan ada bencana besar yang akan menimpa negeri Tiongkok dan hanya dengan memakan kue bulan yang dibagikan oleh para pemberontak dapat mencegah bencana tersebut. Kue bulan tersebut hanya dibagikan kepada rakyat Han, yang akan menemukan pesan “Revolusi pada tanggal lima belas bulan delapan” pada saat membukanya.

Karena pemberitahuan itu, rakyat bersama-sama melakukan aksi pada tanggal yang ditentukan untuk menggulingkan Dinasti Yuan. Dan sejak saat itu kue bulan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Perayaan Pertengahan Musim Gugur.

- Menyembunyikan Petasan

Legenda mengatakan bahwa pada jaman dahulu diatas rumpun pohon bambu hidup sekelompok makhluk aneh yang dinamakan Makhluk Gunung. Mereka pendek dan hanya memiliki satu kaki.

Pada suatu hari, di sebuah hutan bambu lewatlah satu orang desa yang membawa banyak buah-buahan dan sayur-sayuran. Secara tiba-tiba, muncul para Makhluk Gunung dan langsung berebut mengambil buah dan sayur yang ada. Orang desa itu tidak hanya diam, ia langsung berusaha menangkap para makhluk aneh itu, dan akhirnya berhasil menangkap satu.


Ia berencana untuk membawa makhluk aneh itu kepada hakim daerah. Saat melanjutkan perjalanan, orang desa itu berjumpa dengan sekelompok pemburu yang sedang memasak. Mereka memberitahu kepada orang desa itu bahwa yang ditangkapnya adalah Makhluk Gunung. Makhluk itu dapat membuat orang menjadi demam dan sakit. Makhluk itu akan selalu turun pada setiap tahun baru untuk mencari makan. Siapa pun yang berhubungan dengan makhluk itu akan jatuh sakit.

Karena orang desa itu mulai merasa kedinginan, para pemburu menambahkan potongan-potongan bambu ke perapian agar udara semakin hangat. Tiba-tiba muncul banyak Makhluk Gunung, lalu menyerang para pemburu dan orang desa itu.

Di tengah kekacauan itu, potongan bambu yang berada di perapian meletus. Letusan-letusan itu membuat para Makhluk Gunung terkejut dan lari ketakutan. Sejak saat itu rakyat membakar potongan bambu untuk menakuti Makhluk Gunung. Di kemudian hari, ini menjadi sebuah kebiasaan yang selalu dilakukan pada setiap Perayaan Tahun Baru Imlek.



Untuk Selengkapnya silahkan download: Final.docx - 139 KB atau G-Drive